Pages

SABENI

Pasar Tanah Abang. Apa yang terpikirkan ketika mendengar nama pasar yang terletak di Jakarta Pusat itu? Ribuan orang yang bertransaksi dan tawar menawar? Ribuan orang yang hilir mudik mengangkut barang? Atau lalu lintasnya yang semrawut?

Pada abad 19 dulu, ada pendekar Tenabang (sebutan Tanah Abang dalam logat Betawi, red) yang selalu membela rakyat kecil yang ditindas penjajah, Sabeni namanya. Ia lahir di Tanah Abang pada tahun 1860.

“Engkong itu jago banget silat. Tapi dia bukan tipe orang yang nyari masalah duluan, dia cenderung diem, ngamatin. Kalau ada rakyat yang dizalimi baru deh turun tangan. Mungkin itu yang bikin dia disegenin,” ujar Zul, cucu Sabeni dengan logat Betawi khasnya saat ditemui detikcom, di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (7\/6\/2013).

Zul Bachtiar atau yang biasa disapa Bang Zul, adalah cucu dari istri ketiga almarhum Sabeni. Sambil duduk santai Bang Zul menjelaskan kepada detikcom bahwa pada masa penjajahan, kakeknya adalah sosok yang memiliki pengaruh di Tanah Abang. Engkong Sabeni tak hanya disegani oleh kaum pribumi, tapi juga penjajah.

Pernah ketika itu sekitar tahun 1943, Sabeni ditantang oleh Jepang untuk membuktikan kemampuan silatnya. Jepang mendatangkan beberapa ahli bela diri langsung dari Jepang.

Awal mula cerita kenapa akhirnya Sabeni harus meladeni tantangan Jepang adalah saat Jepang akan menangkap anak Sabeni yang bernama Syafii. Diceritakan Syafii kabur saat masih menjadi anggota polisi. Jepang tak mau ambil pusing dengan memilih untuk menangkap Sabeni, ayah Syafii.

\\\"Dibawalah Sabeni ke suatu tempat di Lokasari (Jakarta Barat). Di situ kayak arena olahraga gitu,\\\" tutur Bang Zul.

Persyaratan tandingnya, jika Sabeni berhasil mengalahkan semua jagoan bela diri dari Jepang itu, maka Syafii tak akan ditangkap. Namun jika Sabeni kalah, maka ia dan anaknya akan menjadi tahanan Jepang. Sabeni meladeni tantangan Jepang kendati saat itu sudah berusia lanjut, 83 tahun.

Singkat cerita, Sabeni kemudian melawan satu persatu jagoan itu. Bang Zul tak menjelaskan pendekar bela diri dari Jepang dari aliran mana saja yang diadu dengan Sabeni, karena menurutnya pada saat itu belum ada nama yang pasti. Namun diperkirakan seperti karate dan judo.

\\\"Terus Engkong berhasil dah tuh ngalahin semua jagoan-jagoan itu. Jepang pun kayak terkesima gitu. Nggak lama, pas Engkong sama Bang Syafii dibebasin, ada salah seorang komandan tentara Jepang datang ke rumah,\\\" ungkapnya.

Kedatangan komandan tentara itu ternyata untuk mengajukan tawaran kepada Sabeni untuk melatih tentara khusus Jepang. Namun karena Sabeni dinilai sudah terlalu tua untuk melatih, saat itu usianya sekitar 83 tahun, maka yang berangkat ke Jepang untuk melatih adalah murid kepercayaannya.

\\\"Iya yang berangkat ke Jepang itu akhirnya Bang Salim, muridnya,\\\" kata Bang Zul.

Sabeni pun kembali menjalani hari-harinya di tanah kelahirannya, Tanah Abang. Ia mengisi kesibukan dengan melatih beberapa warga yang ingin belajar silat Sabeni.

“Disangkanya pas ngelatih silat itu Engkong mau bikin pemberontakan ke penjajah. Penjajah langsung manggil Engkong buat diangkat jadi kepala kampung. Kejadiannya sekitar tahun 1943, pas awal-awal Jepang datang ke Indonesia. Alesannya biar kakek saya nggak ngelakuin gerakan-gerakan pemberontakan. Intinya biar bisa mereka kontrol,” jelas pria berusia 50-an itu.

Sabeni menerima menjadi kepala kampung agar tenang dalam mengajarkan silat dan tak melulu dicurigai Jepang. Sabeni mengajarkan silat hingga wafat pada 15 Agustus 1945 karena sakit.

Sabeni, Pendekar dari Tenabang yang Ditantang Jepang
http://www.sabenitenabang.com